Mulanya, baju kurung biasa dipakai untuk upacara kebesaran melayu oleh kaum perempuan di dalam kerajaan, dipakai bersama-sama kain songket untuk dijadikan sarungnya, aneka perhiasan emas, dan tas kecil atau kipas. Karena sebagian besar masyarakat melayu memeluk Islam, banyak perempuan pengguna baju kurung yang menyerasikannya dengan jilbab, meskipun demikian terdapat juga yang tidak menggunakannya. Kini baju kurung banyak dipakai oleh masyarakat biasa, digunakan anak-anak untuk mengaji, atau ibu-ibu untuk ke pasar, tanpa disertakan pernak-pernik yang terkesan mewah.
Sejarah perkembangan[sunting]
Catatan dari Tiongkok di mengabarkan bahwa masyarakat Melayu baik perempuan maupun lelaki di abad ke-13 hanya mengenakan penutup tubuh bagian bawah. Dalam perkembangannya, perempuan Melayu memakai sarung dengan model "berkemban" yakni melilitkan sarung di sekeliling dada. Celana juga mulai dipakai, dengan model "Gunting Aceh" yaitu celana yang panjangnya hanya sedikit di bawah lutut.
Namun kemudian perdagangan membawa pengaruh budaya asing. Barang-barang dari Tiongkok, India, dan Timur Tengah berdatangan. Selain perniagaan, hal ini juga memaparkan masyarakat Melayu kepada cara berpakaian orang-orang asing tersebut. Orang Melayu juga mengadopsi Islam sebagai agama mereka, dan ini memengaruhi cara berpakaian karena di dalam agama baru ini terdapat kewajiban untuk menutup aurat baik bagi perempuan maupun laki-laki. Puncaknya adalah pada tahun 1400an, di mana pakaian Melayu digambarkan dengan jelas dalam karya kesusasteraan Sejarah Melayu (Malay Annals). Di sinilah kita dapat melihat kemunculan baju kurung, di mana sudah mulai lazim bagi orang Melayu untuk memakai semacam tunik untuk menutupi tubuh mereka.
Tunik adalah pengaruh dari timur tengah, ditunjukkan dalam bentuk kerah baju yang dipakai oleh orang Arab. Menurut Judi Achjadi dalam buku "Pakaian Daerah Wanita Indonesia", baju kurung diperkenalkan oleh pedagang-pedagang Islam dan India barat. Ini terlihat dari leher berbentuk tunik. Baju kurung pada masa Malaka pada awalnya berpotongan ketat dan juga pendek. Konon, Tun Hassan merupakan orang yang mengubah potongan baju kurung menjadi lebih longgar dan panjang. Menurut Dato' Haji Muhammad Said Haji Sulaiman dalam buku "Pakaian Patut Melayu", baju kurung seperti yang kita kenal sekarang berasal dari masa pemerintahan Sultan Abu Bakar pada tahun 1800 di Teluk Belanga, Singapura. Sementara Mattiebelle Gettinger menjelaskan bahwa baju kurung telah dipakai oleh penari istana di Palembang dan telah menjadi jenis pakaian populer di Sumatera pada abad ke-20.
Ciri-ciri[sunting] Baju Kurung
Baju kurung tradisional berpotongan longgar, berlengan panjang, dan berpesak serta melebar di bagian bawahnya. Baju kurung yang dipakai kaum perempuan dipakai dengan kain sarung berikatan "ombak mengalun". Baju kurung kaum lelaki dipakai dengan celana (seluar) dan kain samping.
Baju Kurung Perempuan dan Laki-laki[sunting]
Baju kurung sebenarnya merupakan jenis pakaian yang dipakai oleh laki-laki maupun perempuan. Namun sekarang ini ada kecenderungan untuk mengaitkan baju kurung hanya dengan kaum perempuan. Di Malaysia, baju kurung untuk laki-laki dikenal dengan sebutan "baju Melayu". Di Indonesia, baju kurung untuk laki-laki disebut sebagai "teluk belanga". Ini adalah salah kaprah, karena "teluk belanga" sendiri adalah salah satu varian dari baju kurung selain baju kurung cekak musang. Baju kurung untuk laki-laki dipakai dengan pasangan celana dan kain samping.
Perbedaan antara baju kurung perempuan dan baju kurung laki-laki menurut buku "Pakaian Patut Melayu":
Baju kurung perempuan jatuhnya di bawah lutut, dengan alas leher yang sempit dan tidak memiliki saku.
Baju kurung lelaki jatuhnya di bawah bokokng, dengan alas leher melebar, dan dilengkapi dua saku.
Jenis Baju Kurung[sunting]
Terdapat dua jenis baju kurung, yaitu Baju Kurung Teluk Belanga dan Baju Kurung Cekak Musang.
Baju Kurung Teluk Belanga[sunting]
Baju ini mula di perkenalkan di Teluk Belanga, Singapura dan tersebar luas sebagai ciri khas Johor khususnya pada abad ke-19. Ia juga dikatakan sejenis pakaian lelaki yang dikatakan telah direka oleh Sultan Abu Bakar pada tahun 1866 untuk meraikan perpindahan ibu negeri Johor dari Teluk Belanga di Singapura ke Johor Bahru. Ia menggabungkan ciri-ciri kebudayaan Melayu, Bugis dan Orang Laut.
Baju Kurung Teluk Belanga mempunyai alas leher berbentuk bulat dan belahan di bagian depan. Pada keliling leher baju dilapisi dengan kain lain dan dijahit "sembat halus" sementara bagian pinggiran bulatannya dijahit "tulang belut halus". Bagian pangkal belahan dibuatkan tempat untuk mengancingkan baju yang disebut "rumah kancing" dengan menggunakan jahitan benang "insang pari".
Potongan lengan baju panjang dan longgar, berkekek sapu tangan atau berkekek gantung. Potongan badan lurus dan mengembang di bagian bawah.
Tata cara pemakaian: Bagi laki-laki, Baju Kurung Teluk Belanga dipakai dengan baju dipakai di luar (menutupi) celana dan kain samping. Baju ini dipakai dengan bagian lehernya dikaitkan dengan satu kancing. Jika kancing yang digunakan diikat dengan sebiji batu maka disebut dengan kancing "garam sebuku". Jika diikat dengan beberapa batu maka disebut sebagai "kunang-kunang sekebun".
Baju Kurung Cekak Musang[sunting]
Baju Kurung Cekak Musang dipengaruhi oleh baju gamis yang biasa dipakai oleh masyarakat timur tengah. Baju gamis yang biasanya panjang, dipendekkan hingga ke bawah bokong dan disesuaikan dengan bentuk Baju Kurung Teluk Belanga. Bentuk baju kurung jenis ini mirip dengan Baju Kurung Teluk Belanga, tetapi bagian lehernya tegak dan bagian belahan di depan tertutup oleh tiga, lima, tujuh, atau sembilan anak kancing.
Ada kecenderungan untuk menganggap Baju Kurung Cekak Musang lebih bersifat resmi dibandingkan dengan Baju Kurung Teluk Belanga. Kaum laki-laki Melayu biasa memakai baju jenis ini ke acara formal, seperti kaum perempuannya memakai baju kebaya. Baju ini tercantum dalam buku "Life and Customs" oleh R.O. Winstedt yang dikutip dari Logan, J.I.A. cetakan tahun 1909. Di dalamnya, disinggung mengenai jenis baju yang disebut sebagai "baju kurung Chikah Munsang".
Tata cara pemakaian: Cara pemakaian Baju Kurung Cekak Musang mirip dengan Baju Kurung Teluk Belanga. Namun khusus bagi kaum lelaki, baju kurung dimasukkan ke dalam kain samping (kain samping menutupi baju). Ini kebalikan dari Baju Kurung Teluk Belanga yang bajunya dipakai di luar (menutupi) kain samping.
Kelengkapan[sunting]
Ada beberapa jenis pakaian lain yang lazim dipakai bersamaan dengan baju kurung.
Kelengkapan Perempuan[sunting]
Sarung[sunting]
Baju kurung biasanya dipasangkan dengan sarung, dan sarung itu sendiri dikenakan dengan ikatan "ombak mengalun" yaitu lipatan kain yang berlipit-lipit (berombak-ombak). Lipatan ini ada di bagian kiri atau kanan badan.
Kain Dagang[sunting]
Kain dagang adalah kain sarung yang digunakan sebagai kerudung di saat bepergian. Ini dimaksudkan untuk melindungi diri dari terik matahari. Apabila berada di dalam ruangan, maka kain dagang diikatkan pada pinggang atau disangkutkan di lengan.
Selendang[sunting]
Selendang biasanya disampirkan di bahu. Jika sedang memakai kain dagang, alih-alih memakai selendang panjang biasanya yang dipakai adalah kain mantul. Kain mantul adalah semacam selendang pendek bersulam, disampirkan di bahu apabila sedang memakai kain dagang sebagai kelengkapan baju kurung.
Kelengkapan Laki-laki[sunting]
Celana[sunting]
Bagi lelaki, baju kurung biasa dipasangkan dengan celana panjang yang disebut seluar.
Jenis seluar yang digunakan:
Seluar panjang; celana panjang yang jatuh di atas pergelangan kaki.
Seluar Aceh; celana yang jatuhnya di atas betis, sedikit di bawah lutut.
Seluar katuk; celana yang jatuhnya di atas lutut.
Seluar sampit; celana yang jatuhnya di paha.
Jika lelaki memakai baju kurung dengan sarung saja tanpa memakai celana, maka ini disebut dengan istilah "ketumbing". Biasanya jenis pemakaian ini hanya untuk di dalam rumah atau bisa juga untuk ke masjid atau surau.
Kain Samping[sunting]
Kain samping adalah kain sampingan yang dipakai bersama-sama dengan baju dan celana.
Terdapat beberapa cara untuk memasang kain samping:
Ikatan Pancung[sunting]
Cara memakai kain samping yang menggunakan kain lepas. Kain dililitkan di pinggang dan sebelum sampai ke ujung kain, kain ini "dipancung", yaitu kain disemat sambil membiarkan ujung kain terkulai ke bawah.
Ikatan Kembung[sunting]
Ini adalah cara memakai kain samping yang biasa dipakai oleh mempelai laki-laki dalam acara pernikahan adat Melayu. Kata "kembung" berasal dari kesan menggembung saat memakai ikatan ini. Kain sarung ditarik ke bagian tengah atau tepi badan untuk kemudian diikat dan disimpul dalam berbagai macam cara agar melekat di pinggang.
Ikatan Lingkup[sunting]
Ini adalah cara memakai kain samping yang paling sering dipakai orang. Kain sarung digulung ke atas dan dilingkup ke bagian depan atau bagian samping. Mirip dengan cara memakai sarung untuk keperluan sehari-hari.
Tingkatan Dalam Masyarakat[sunting]
Ada aturan pemakaian baju kurung dalam masyarakat Melayu yang tergantung dari kedudukan mereka. Aturan ini cukup ketat ditegakkan di zaman dahulu, namun saat ini sudah tidak terlalu mengikat lagi.
Contohnya adalah mengenai warna. Raja dan kerabat dekatnya bisa memakai warna apa pun yang mereka mau, tapi warna kuning adalah warna ciri khas mereka. Tidak ada yang boleh memakai warna yang sama di dalam acara-acara resmi.
Bagi mereka yang memiliki jabatan tinggi memakai "sedondon" yaitu baju kurung, celana, samping, dan tanjak harus terdiri dari bahan, warna, dan pola yang seragam.
Rakyat biasa memakai baju kurung dengan tutup kepala berupa destar atau songkok .Terima kasih telah membaca artikel: Baju Kurung Moden